Makalah Pancasila UBK 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Saat ini globalisasi berkembang begitu pesat, globalisasi
mempengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari prosesnya,
globalisasi adalah sesuatu yang wajar dalam kehidupan yang tumbuh dan
berkembang.
Disini tinggal bagaimana setiap bangsa dan negara
menyikapinya. Jika suatu bangsa tidak mampu mengikuti arus globalisasi terutama
negara yang tingkat kehidupan dan
pembangunan nya masih tradisional, hal itu akan menimbulkan kekhawatiran hubungan
internasional dan berpengaruh pada kondisi dalam negeri.
Globalisasi menurut Chotib (2007), “globalisasi pada
hakikatnya adalah suatu fenomena perubahan kehidupan global yang dapat membawa pengaruh
positif dan negatif bagi suatu bangsa”. Jadi bangsa Indonesia harus dapat
mengembangkan profesionalisme sumber daya manusia (SDM-nya) agar mampu
menyeleksi masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Pancasila sumber dari segala sumber hukum yang ada di
Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang
tergali dari jati diri dan nilai-nilai adi luhur bangsa yang tidak dimiliki
oleh bangsa lain. Dengan berbagai kajian ternyata didapat beberapa kandungan
dan keterkaitan antara sila tersebut sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak
bisa di pisahkan dikarenakan antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan
yang lain. Ini dengan sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta
aktivitas desah nafas dan jatuh bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah
melewati masa-masa sulit dari jaman penjajahan sampai pada saat mengisi
kemerdekaan.
Bangsa Indonesia bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup
di atas daerah yang kecil; Bangsa
Indonesia ialah seluruh manusia-manusia yang menurut geopolitik
yang telah ditentukan oleh Allah
S.W.T. (Tuhan) tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia
dari ujung utara Sumatera sampai
ke Irian (Papua Barat). Satu-satunya
alat pemersatu
Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke hanyalah Pancasila karena
Pancasila mempersatukan
Bangsa Indonesia dalam sebuah perjuangan
untuk melawan imperialisme demi mencapai
kemerdekaan.
Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga
Indonesia sendiri lupa dan sudah asing dengan pancasila itu sendiri. Ini tentu
menjadi tanda tanya besar kenapa dan ada apa dengan kita sebagai anak bangsa
yang justru besar dan mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa
mengoptimalkan tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi
saat ini dengan jaman yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir
dengan semangat untuk mengembalikan tata negara ini dari
penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.
B.
Perumusan Masalah
1.
Apa itu Pancasila ?
2.
Bagaimana sejarah
Pancasila itu ?
3.
Apa hubungan
Pancasila dengan Masyarakat Adat Papua ?
4.
Kesimpulan dan saran
soal makalah ini ?
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia.
Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla
berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4
Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila
Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila
pada tahun 1945.(Wikipedia Indonesia)
Pada
tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari Nasional Yaitu Hari Pancasila
B.
Sejarah Pancasila
Pada bulan 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung
(K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya dr. Radjiman antara
lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, "Apa dasar
Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?".
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara
yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:
Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada
tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut:
1.
Peri Kebangsaan,
2.
Peri Kemanusiaan,
3.
Peri Ketuhanan,
4.
Peri Kerakyatan, dan
5.
Kesejahteraan Rakyat.
Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu
berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah
lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato
Yamin tersebut
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1
Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul
"Lahirnya Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai
berikut: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan; Mufakat
atau Demokrasi, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan Sosial;
Ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada
tanggal 1 Juni itu, katanya:
Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan,
internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang
teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar,
dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan
abadi.
Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu
Panitia Kecil untuk Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar Negara
berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk
memproklamasikan Indonesia Merdeka.
Dari Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal
dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu
disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara
secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:
1.
Rumusan Pertama:
Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
2.
Rumusan Kedua:
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 - tanggal 18 Agustus 1945
3.
Rumusan Ketiga:
Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
4.
Rumusan Keempat:
Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
5.
Rumusan Kelima:
Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan
dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959)
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa
Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara
Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon
rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara
bulat
Presiden
Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus
menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017.(Wikipedia
Indonesia)
C.
Hubungan Pancasila
dengan Masyarakat Adat Suku Papua
Papua adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara
Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar
daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar
kedua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan
bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai/ Netherland New Guinea, Irian
Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua.
Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New Guinea
(Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk di antara kedua
negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, tetapi kemudian dipisahkan oleh
sebuah garis perbatasan.
Jika dilihat dari karakteristik budaya, mata pencaharian
dan pola kehidupannya, penduduk asli Papua itu dapat dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu Papua pegunungan atau pedalaman, dataran tinggi dan Papua dataran
rendah dan pesisir. Pola kepercayaan agama tradisional masyarakat Papua menyatu
dan menyerap ke segala aspek kehidupan, mereka memiliki suatu pandangan dunia
yang integral yang erat kaitannya satu sama lain antar dunia yang material dan
spiritual, yang sekuler dan sakral dan keduanya berfungsi bersama-sama.
Banyak sekali tersebar nilai-nilai kearifan lokal yang
terdapat dalam budaya etnis-etnis Nusantara yang dapat digunakan sebagai
mengamalkan dan media pembudayaan Pancasila, justru itu saling mengisi dan
menguatkan. Kearifan lokal dapat mengefektifkan pembudayaan nilai-nilai
Pncasila dalam berbagai etnis Nusantara. Sebaliknya nilai-nilai lokal yang
diadopsi menjadi nilai-nilai nasional akan dengan sendirinya memperkuat
kearifan lokal etnik yang bersangkutan.
Secara relaitas Pancasila telah dilaksanakan sejak zaman
dahulu. Sejak zaman sebelum Indonesia dijajah Portugis, Belanda, Inggris, dan
Jepang dan sesudah dijajah Belanda. Pada perkembangannya pada Zaman Belanda ada
pengakuan bahwa Hukum Adat berlaku bagi Golongan Pribumi/Bangsa Indonesia
sampai kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. pancasila sebagai ideologi
bangsa sudah di amalkan di seluruh wilayah indonesia dari Sabang hingga
Merauke. Namun dalam hal ini saya akan membahas pengamalan Pancasila bagi
Masyarakat adat Papua. Pancasila terdapat lima sila di dalamnya. Dan saya akan
membahas sila satu persatu bagi pengaruh kehidupan masyarakat adat Papua.
Dimulai dengan sila yang pertama.
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak
keragaman budaya dan agama yang tidak ditemukan di negara lain. Meskipun
indonesia banyak keragaman budaya dan agama indonesia adalah negara yang punya
persatuan yang kuat dalam berbudaya maupun bertoleransi antar agama yang ada di
dalamnya. Dalam hal ini terdapat pada sila yang pertama pada pancasila yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan mengamalkan sila yang pertama menjadikan
masyarakat indonesia adalah masyarakat yang beragama, dalam hal beragama
masyarakat harus mengedepankan toleransi mengingat indonesia adalah negara yang
beragam. pengamalan sila yang pertama terhadap masyarakat adat papua terdapat
toleransi yang tinggi di mana masyarakat di daerah papua memiliki dua agama
besar yaitu Islam dan Kristen hal tersebut tidak membuat perpecahan bagi
masyarakat papua untuk hidup rukun dan beribadah dengan berdampingan pada dua
perbedaan. Dalam sejarah toleransi beragama ini sudah ada sejak dulu di
lingkungan masyarakat papua.Toleransi dua agama besar Kristen-Islam adalah
sejarah yang tidak bisa dilupakan. Diawali oleh kedatangan dua penginjil Ottow
dan Geisler yang hendak menyebarkan agama Kristen ke Papua. Sebelum ke Papua,
kedua penginjil asal Jerman tersebut harus memperoleh izin dari Kesultanan
Tidore sebagai penguasa wilayah yang masih banyak menganut kepercayaan animisme
dan dinamisme tersebut. Menggunakan perahu milik seorang muslim, berangkatlah
kedua penginjil ke Papua hingga berhasil berlabuh dengan selamat di Pulau
Mansinam, Teluk Dorey, Manokwari pada 5 Februari 1855 (Catatan di Monumen Situs
Pulau Mansinam, 2014).
2. Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab.
Pancasila pada sila yang kedua dalam kehidupan masyarakat
adat Papua terlihat kurang dalam penerapanya di mana masyarakat Papua masih
perlu sentuhan pendidikan yang harus diperhatiakan seperti bangunan sekolah
yang layak dan fasilitas publik lainya sehingga masyarakat papua bisa mengenal
perkembangan zaman melalui sentuhan pendidikan. Karena dengan memperhatikan
pendidikan bagi generasi bangsa menjadikan masyarakat lebih beradab dalam
menjaga persatuan Negara Republik Indonesia. Pada sila yang kedua ini menjadi
persoalan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan masyarakat papua supaya
mereka mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara indonesia untuk
medapatkan hak pendidikan dan sarana
publik seperti yang sudah ada di daerah-daerah lain seperti di sekitar pulau
Jawa. Meskipun papua adalah daerah terpencil bukan berarti mengesampingkan
terhadap kehidupan masyarakat di papua tersebut. Mereka punya hak yang sama
sebagai warga negara indonesia yang harus diperhatikan mengenai kelangsungan
hidup di sekitarnya.
Begitu pula pada tingkat daerah di beberapa wilayah
keberadaan peradilan adat telah mendapatkan pengesahannya, misalnya: di Papua
telah diatur Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua (Pasal 50 (2) dan Pasal 51 UU Otsus Papua) dan Peraturan Daerah
Khusus Papua Nomor 20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat di Papua. Kemudian di
Aceh telah pula mengesahkan Undang-undang Nomo 44 Tahun 1999 tentang
Keistimewaan Aceh, dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh beserta aturan pelaksanaannya baik berupa Perda maupun qonum. Sedangkan di
daerah lain keberadaan peradilan adat diatur melalui Perda atau Peraturan
Gubernur (Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 tahun
2008).Keberadaan hukum adat di Indonesia selain diatur dalam peraturan
perundang-undangan, secara tegas juga telah diakui dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu: Pasal 18B ayat (2) yang
menyatakan, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang”. Selanjutnya Pasal 28I ayat (3) menyatakan: “Identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban”
3. Persatuan Indonesia.
Papua merupakan bagian integral Indonesia Merdeka sejak
rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945,
sehari setelah Sukarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, pada 17
Agustus 1945. Wilayah Papua secara umum merupakan daerah yang kaya akan
keanekaragaman hayati, dengan berbagai sumber daya alam, suku serta bahasa.
Selain itu, dari posisi geopolitik, Papua berbatasan dengan Negara-negara yang
memiliki kekekuatan ekonomi potensial mulai Filipina di sebelah utara, yang
merembet ke Hong Kong, Taiwan, Jepang, hingga kepulauan Pasifik dan Benua
Amerika di sebelah timur sedangkan di selatan berhadapan dengan Australia.
Melihat kekayaan SDA serta posisi strategis Papua tentunya membuat wilayah ini
menjadi cukup diminati oleh investor untuk mengembangkan perekonomian di daerah
tersebut.
Namun dalam realitanya kondisi wilayah Papua masih belum
berkembang sepenuhnya, hal ini tidak lain dikarenakan kondisi sosial-keamanan
yang belum stabil akibat terus berkembangnya pergerakan kelompok separatis di
wilayah setempat, yang tidak lain dipelopori oleh Komite Nasional Papua Barat
(KNPB) danAliansi Mahasiswa Papua (AMP). Permasalahan baku tembak antara aparat
keamanan dengan kelompok separatis maupun penolakan kelompok Pro NKRI terhadap
kelompok separtais menyebabkan proses investasi maupun pembangunan di Papua
tidak berkembang secara optimal. Hal demikian tentunya telah menyebabkan
perkembangan aspek ekonomi-sosial Papua tidak berkembang secara efektif maupun
sinergi dengan program kerja Pemerintah.
Permasalahan konflik di masyarakat papua menjadi masalah
besar dimana pada daerah tersebut terdapat banyak pemberontakan oleh masyarakat
yang menjadikan tanah papua dinilai kurang aman untuk di huni oleh masyarakat
pendatang. Diantaranya terdapat perang adat yang menjadikan masyarakat papua
kurang kuat dalam menjalankan sila ke 3 ini yaitu Persatuan Indonesia. Ditambah
lagi dengan beberapa kasus oleh kelompok separatis yang ingin memisahkan diri
papua dari indonesia. Namun di antara permasalahan konflik diatas masih banyak
masyarakat papua yang paham mengenai sila yang ke 3 ini sehingga sampai
sekarang papua masih menjadi bagian dari indonesia. Papua adalah bagian dari
NKRI, itu yang seharusnya dipahami oleh masyarakat. Kondisi Indonesia yang
bersifat plural seharusnya menjadi faktor penguat kesatuan-persatuan diantara
masyarakat. Lemahnya pemahaman maupun implementasi “Bhineka-Tunggal Ika” telah
menyebabkan masyarakat menjadi terkotak-kotak berdasarkan suku, ras, dan agama.
Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan “Founding Fathers” dalam mendirikan
NKRI.
Sebagai negara yang berdaulat, sudah seharusnya kita
seluruh masyarakat Indonesia bersama-sama saling bergotong-royong, mendukung
terwujudnya persatuan-kesatuan serta kemakmuran bangsa Indonesia, bukan
sebaliknya yang justru menganggu terwujudnya keutuhan NKRI. Mengingat hal
tersebut tidak akan membuahkan hasil yang positif melainkan hasil egatif, yang
pada akhirnya menganggu perkembangan aspek ekonomi-sosial wilayah setempat,
seperti saat ini.
Isu kemerdekaan yang terus disebarluaskan oleh kelompok
KNPB maupun AMP tidak hanya memicu penolakan atas pergerakan mereka tetapi juga
telah memberikan pandangan negatif oleh masyarakat atas kelompok tersebut, sehingga dimungkinkan akan berdampak terhadap
tindakan spontanitas yang cukup memojokkan kedua kelompok ini.
Seharusnya kita sebagai rakyat tidak memperkeruh situasi
dengan isu “Kemerdekaan Papua” melainkan harusnya kita lebih concern mengawasi
maupun mendukung pembangunan di Papua, demi terwujudnya pembangunan yang
optimal, dengan demikian akan mendukung peningkatan perekonomian maupun
kesejahteraan masyarakat setempat.
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Proses pengamalan dalam sila keempat Pancasila ini
cenderung pada kebebasan yang dilakukan seseorang dalam mengemukakan pendapat
dengan didasari pada sikap bertanggung jawab dari hati nurani yang luhur. Hal
ini merupakan pengamalan Pancasila terutama sila keempat yaitu Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Adapun untuk hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menyampaikan pendapat antara lain;
• Pendapat
disalurkan melalui jalur yang benar
• Pendapat
pribadi tidak boleh dipaksakan kepada orang lain
• Pendapat
yang disampaikan tidak menyinggung perasaan orang lain
• Terbuka
terhadap pendirian dan pendapat orang lain
Dengan adanya sikap terbuka yang menjadi kecenderungan
dalam pengamalan sila ke-4 ini, tentusaja orang lain tidak akan menganggap
pendapat yang paling benar dan selalu meminta pertimbangan serta saran kepada
yang lebih pengalaman. Hal inilah setidaknya menjadi acuan dalam proses
impelemntasi sila keempat.
Pada sila yang ke 4 pengaruhnya terhadap masyarakat papua di nilai masih
kurang diterapkan karena perang adat di sana sampai sekarang belum menemukan
titik terang agar tercipta perdamaian antar suku di wilayah papua tersebut.
Dengan adanya perang adat menandakan kurangnya masyarakat papua dalam
bermusyawarah untuk menciptakan kehidupan yang damai.
Perdamaian perang suku yang dilakukan oleh Pemda, Lembaga
Kemasyarakatan dan gereja pada dasarnya memiliki pola pemahaman dan penanganan
yang sama. Perang suku dilihat sebagai suatu tindakan yang negative, sebagai
suatu kriminalitas, yang bertentangan dengan hukum-hukum positif maupun
hukum-hukum agama. Karena pemahaman semacam ini, perang suku harus dihentikan
dan ditiadakan. Dengan pemahaman semacam ini, peran ketiga lembaga di atas
tidak lebih dari seorang polisi penjaga, yang melerai dan menghentikan
pertikaian.
Anehnya, sekalipun ketiga lembaga itu melihat perang
sebagai sesuatu yang negative, tetapi
dalam upaya mereka untuk menghentikan dan meniadakan perang suku,
ketiganya justru memanfaatkan mekanisme penyelesaian perang secara adat yaitu
membayar ganti rugi kepada pihak korban disertai upacara bakar batu. Ketiga
lembaga itu percaya bahwa perang suku baru akan berhenti ketika pihak-pihak
yang bertikai melakukan pembayaran ganti rugi kepada pihak korban disertai
upacara bakar batu. Pengakuan terhadap
nilai-nilai kultural serta digunakannya nilai-nilai tersebut untuk menyelesaikan
perang suku, tentu merupakan suatu hal yang sangat penting dan bermanfaat.
Terbukti, suatu perang suku baru bisa dihentikan ketika pokok perang membayar
ganti rugi serta upacara bakar batu dilaksanakan. Akan tetapi pola penanganan
semacam ini punya dua kelemahan yang mendasar.
Pertama, pola penanganan semacam ini bersifat parsial. Artinya,
penanganan semacam ini hanya effektif untuk satu kasus. Ketika kasus yang lain
muncul maka perang akan muncul kembali. Kelemahan ini sudah terbukti dalam
sejarah. Meskipun perdamaian secara adat telah sering dilakukan untuk
menghentikan dan mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perang suku, akan
tetapi ketika masalah yang baru muncul maka perang kembali terjadi. Kenyataan
seperti ini memperlihatkan bahwa upacara membayar ganti rugi dan upacara bakar batu
bukan suatu bentuk penyelesaian konflik yang bersifat preventif. Padahal,
ketika perang dilihat sebagai sesuatu yang negative, diperlukan suatu mekanisme
penyelesaian perang suku yang bersifat preventif sehingga perang tidak terus
menerus terulang. Kedua, penanganan secara adat justru akan semakin memperkokoh
keutamaan kategorisasi (kelompok) sosial. Padahal kategorisasi sosial justru
menjadi penyebab utama dari berbagai konflik sosial. Ketika keutamaan dari
kategorisasi sosial ini terus-menerus dikukuhkan, itu berarti konflik sosial
antar kategorisasi sosial akan terus terulang. Atau, dengan kata lain ketika
nilai-nilai kultural setiap suku yang ada di pedalaman papua terus menerus
dipertahankan dan mendapat legalitas secara politik maupun religious maka
perang antar suku akan terus menerus terjadi.
5.
Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan yang dilakukan secara transaksional bukan
merupakan keadilan dalam makna Keadilan Sosial bagi seluruh Bangsa Indonesia
sebagaimana dimuat dalam sila keempat Pancasila. Keadilan berdasarkan Pancasila
adalah keadilan yang berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat, dalam
bingkai Persatuan Indonesia, dengan memperhatikan martabat kemanusiaan, dan
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Keadilan dalam UU Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua bukan merupakan keadilan versi
Pancasila karena situasi politik pembentukan UU ini adalah situasi politik
hukum yang pragmatis. Dalam situasi politik hukum yang pragmatis, perubahan
hukum dilakukan secara tambal sulam untuk hal-hal yang bersifat mendesak,
semata-mata agar tidak terjadi kekosongan hukum atau agar supaya tidak
merugikan kepentingan nasional.
Situasi politik hukum yang pragmatis dalam proses
pembuatan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
terlihat dari identifikasi masalah-masalah yang terburu-buru untuk melakukan
langkah taktis dan kemudian membuat suatu tafsir baru. Padahal, makna dari
otonomi, khususnya otonomi khusus, adalah dalam koridor kebangsaan. Dalam
koridor suatu kebijakan yang telah dimusyawarahkan oleh semua elemen bangsa
untuk bermufakat dalam persatuan dan mencapai kesejahteraan yang dalam hal ini
bukan hanya melibatkan tim asistensi atau para professional, tetapi juga dengan
warga Negara atau perwakilan warga Negara yang ada di daerah-daerah lain, dari Sabang
sampai Merauke (misalnya seluruh kepala daerah provinsi, kabupaten/kota atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Permasalahan pemberian otonomi khusus bagi
Provinsi Papua ini bukan hanya permasalahan wilayah terkait isu disintegrasi,
namun permasalahan yang harus dilihat secara utuh dengan seluruh faktor
pendukungnya. Bahwa dalam pembahasan otonomi khusus ini, ada permasalahan hak
dan kewajiban dan juga ada permasalahan keberagaman bangsa yang harus dibingkai
dalam suatu kerangka persatuan. Bahwa dalam menyikapi keberagaman ini, Negara
memiliki kewajiban untuk memberikan perngakuan dan perlindungan bagi
keberagaman atau kebhinekaan dari seluruh elemen bangsa dan Negara Indonesia.
Oleh sebab itu, Kebhinekaan dari elemen bangsa dan Negara Indonesia tidak boleh
dimaknai secara pragmatis
Dalam hal ini Mahkamah berpandapat bahwa majelis Rakyat
Papua bukanlah kesatuan masyarakat hukum adat yang besifat supra rasional dan
membawahi berbagai masyarakat hukum adat provinsi Papua. Majelis Rakyat Papua
hanyalah suatu lembaga politik atau lembaga pemerintahan yang lahir berdasarkan
ketentuan undang-undang yang fungsinya mewakili sebagian masyarakat hukum adat,
wakil agama, dan wakil perempuan yang ada di Provinsi Papua.
Dengan demikian, perlindungan konstitusional yang
diberikan Mahkamah atas hak tradisional suatu masyarakat hukum adat untuk dapat
menerima orang luar sebagai anggotanya berdasarkan kriteria dan mekanisme dari
kesatuan masyarakat hukum adat yang bersangkutan adalah sejalan dengan semangat
otonomi khusus Provinsi Papua yang menjamin pengakuan atas suku-suku asli Papua
beserta hak-hak Tradisionalnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi ini merupakan bentuk
memperdayaan dan pengakuan atas keberadaan suku-suku asli beserta hak-hak
Tradisionalnya yang merupakan suatu kebijakan terhadap Provinsi Papua, termasuk
dalam hal ini hak masyarakat hukum adat untuk menerima dan mengakui orang luar
sebagai anggota masyarakat hukum adat sesuai dengan perkembangan zaman, serta
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam
pancasila.
Untuk memberikan solusi atas Pancasila di tanah adat
papua dan lebih membumikan Pancasila di masyarakat adat Papua, Lembaga
Masyarakat Papua yang bekerja sama dengan Pemerintah akan mendirikan Akademi
Komunitas Bung Karno di Wamena, Papua.
Lembaga pendidikan
setingkat perguruan tinggi ini guna menumbuhkan lagi nilai-nilai Pancasila di
Tanah Papua, sesuai dengan kebijakan Pemerintah Presiden Joko Widodo. Seperti
yang di berita nasional Kompas ini :
“Surat Keputusan Menristek Dikti untuk akademi ini sudah
keluar dan kini tinggal menunggu diresmikan,” ujar Staf Khusus Presiden Lenys
Kagoya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/6).
Disamping memberikan materi pelajaran secara umum,
akademi Bung Karno ini akan lebih menekankan penerapan nilai-nilai luhur
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Lembaga Adat menilai bahwa Pancasila
harus menjadi ideologi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Lembaga adat merasa nilai-nilai Pancasila di masyarakat
Papua ini harus ditingkatkan lagi. Maka dipilih salah satunya melalui lembaga
pendidikan ini,” ujar Lenys
Peresmian Akademi Bung Karno ini direncanakan setelah
Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Akademi ini nantinya akan memiliki beberapa
jurusan yakni jurusan sejarah, teknologi pertanian dan komputer.
Menurut Lenys, dirinya sudah meminta kesedian Presiden
kelima RI yang juga merupakan Ketua Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden
Pembinaan Ideologi Pancasila, Megawati Soekarnoputri untuk meresmikan pembukaan
akademi itu.
Dikatakan juga tidak pembangunan Akademi Bung Karno ini
tidak hanya dibangun di wilayah Lapago. Rencananya akademi serupa akan dibangun
di lima wilayah adat di Papua lainnya, yakni Ha Anim, Mamta, Taireri dan
Mepago.
“Saya melihat kebijakan pemerintah mensosialisasikan
kembali Pancasila disambut baik oleh warga Papua. Buktinya waktu 1 Juni
kemarin, itu kami rayakan Hari Lahir Pancasila besar-besaran. Mulai dari
upacara bendera hingga bakar batu dan potong babi,” ujar Lenys. (red,CS)
Seperti berita yang ini atas dijelaskan bahwa Pemerintah
dan Lembaga Masyarakat Papua untuk membangun sebuah akademi dengan tema
Membumikan Pancasila ini akan berdampak baik bagi Masyarakat dan warga Papua
untuk menerima Pancasila sebagai ideologi mereka tanpa menghilangkan kebudayaan
adat mereka sendiri dan menyatukan perbedaan-perbedaan di tanah Papua tersebut.
BAB 3
KESIMPULAN
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pembahasan makalah hubungan pancasila pada
masyarakat adat papua ini kita dapat ambil kesimpulan bahwa pada dasarnya
penerapan 5 sila panda pancasila bagi masyarakat adat papua masih kurang
diterapkan dan perlunya mengenalkan 5 poin pancasila tersebut pada masyarakat
setempat. Kurangnya pendidikan formal menyebabkan sulitnya pancasila untuk
dikenalkan lebih dalam kepada masyarakat papua. Terlebih lagi akses yang sulit
di jangkau dalam menempuh pendidikan menyebabkan masyarakat papua untuk
berfikir ulang untuk menimba ilmu pendidikan.
Meskipun beberapa sila dalam pancasila tidak diamalkan
secara sempurna oleh masyarakat adat papua, pemerintah berupaya mewujudkan
penerapan ke 5 sila dalam pancasila secara bertahap kepada masyarakat papua.
Dan ini juga harus menjadi perhatian pemerintah untuk menata papua baik segi
pembangunan atau sumber daya manusianya supaya masyarakat adat papua merasa
diperhatikan oleh pemerintah, dengan hal tersebut masyarakat adat papua merasa
mereka adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat,
adil, dan makmur.
Meskipun hingga saat ini masih banyak permasalahan di
daerah papua yang harus ditangani dengan serius. Masih banyak pula masyarakat
papua yang memahami ke 5 sila tersebut sebagai ideologi bangsa guna persatuan
Negara Rebuplik Indonesia. Sehingga saat ini papua masih menjadi bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan sejauh ini pemerintah sudah berupaya membumikan dan
mensosialisasi kan pancasila di dalam Masyarakat Adat Papua. Pemerintah pusat
telah bekerja sama dengan Lembaga Masyarakat Papua mendirikan akademi Komunitas
di Wamena Papua yang bernama Akademi Komunitas Bung Karno. Berharap masyarakat
papua lebih menghargai dan mencintai NKRI sehingga ke 5 sila tersebut dapat
diterapkan dengan sempurna sebagai ideologi bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
·
Dari Buku :
Moh Mahfud MD, Taufiq Ismail, Sri Sultan Hamengkubuwono
X, dkk. Buku Kongres Pancasila, 1
Juni 2010, Denpasar, Bali
·
Dari Internet :
Jurnal Online, https://media.neliti.com/media/publications/73730-ID-masyarakat-hukum-adat-dan-hak-ulayat-di.pdf
Jurnal Online, https://media.neliti.com/media/publications/123019-ID-manifestasi-nilai-nilai-pancasila-dalam.pdf
Jurnal Online,https://hdwaker.wordpress.com/sosial/perang-suku-dan-perdamaian-yang-keliru/
Jurnal Online, https://dosenppkn.com/sila-4-pancasila/
Jurnal Online, http://jurnalintelijen.net/2016/07/12/papua-ku-nkri-ku/
Jurnal Online, http://jurnalintelijen.net/2016/07/12/papua-ku-nkri-ku/
Jurnal Online, https://budi399.wordpress.com/2015/08/31/tinjauan-peradilan-adat-di-papua/
Wikipedia Indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
·
Dari Berita :
Komentar
Posting Komentar